Hasan Al-Jaizy
Sangat mungkin peruqyah yang dighibahi oleh para juhala karena mungkin tajwidnya tidak seberapa, atau dianggap 'menjadikan ruqyah sebagai profesi', atau sorotan negatif lainnya, justru lebih baik dari pengghibah. Terlebih jika akhlak peruqyah tersebut sebenarnya baik. Juhala atau aghbiya' tersebut pun merasa lebih bertauhid dibanding para peruqyah yang mereka ghibahi. Padahal dalam meruqyah, jika tidak mempertebal tauhid, bisa hancur hidupnya. Terlebih peruqyah yang sudah mengalami banyak intimidasi dari para setan. Beda dengan mereka yang sekadar menonton dan mengoreksi.
Sangat mungkin peruqyah yang dighibahi oleh para juhala karena mungkin tajwidnya tidak seberapa, atau dianggap 'menjadikan ruqyah sebagai profesi', atau sorotan negatif lainnya, justru lebih baik dari pengghibah. Terlebih jika akhlak peruqyah tersebut sebenarnya baik. Juhala atau aghbiya' tersebut pun merasa lebih bertauhid dibanding para peruqyah yang mereka ghibahi. Padahal dalam meruqyah, jika tidak mempertebal tauhid, bisa hancur hidupnya. Terlebih peruqyah yang sudah mengalami banyak intimidasi dari para setan. Beda dengan mereka yang sekadar menonton dan mengoreksi.
Minimal kita melihat eksistensi para peruqyah itu sebagai salah satu
solusi terbesar akan merebaknya perdukunan, santet, hasad dan
serangan-serangan setan di zaman ini. Sedangkan kita lihat ada beberapa
orang berkarakter sama yaitu hanya mampu membocorkan ban atau membakar
ban di jalanan; hanya mampu mengoreksi dan siapalah diri mereka selain
tukang ngorek dan hanya menggembosi?
Para aghbiya' rata-rata menyamaratakan seluruh jenis kesurupan. Itu disebabkan kejahilan, minimnya pengalaman dan kesoktahuan. 3 modal besar untuk banyak menyalah-nyalahkan. Jahil akan kejahilan dirinya, sehingga memposisikan diri seolah tahu seluruh kasus kesurupan padahal menghadapi pun baru segelintir kasus; yang menuding orang lain ujub padahal justru sendirinya lah yang ujub. Minimnya pengalaman yang membuatnya merasa sudah banyak berpengalaman, sehingga sudah merasa menguasai seluruh kasus. Akhirannya: adalah kesoktahuan.
Mereka akan berkata: "Soal ruqyah? Ya tanya ulama, jangan tanya praktisi!" untuk merendahkan para praktisi. Dan seolah para praktisi tidak pernah memakai petuah ulama. Seolah pula tidak ada praktisi yang juga ulama. Dan ketika disuguhi petuah ulama yang membenarkan metode praktisi, mereka diam.
Mereka akan berkata: "Yang penting adalah proses, bukan hasil. Percuma hasilnya dapat, tapi prosesnya ga benar." untuk menyalah-nyalahkan prosesi beberapa praktisi. Seandainya mereka benar-benar hadir di lokasi melihat sendiri atau menangani sendiri.
Para aghbiya' rata-rata menyamaratakan seluruh jenis kesurupan. Itu disebabkan kejahilan, minimnya pengalaman dan kesoktahuan. 3 modal besar untuk banyak menyalah-nyalahkan. Jahil akan kejahilan dirinya, sehingga memposisikan diri seolah tahu seluruh kasus kesurupan padahal menghadapi pun baru segelintir kasus; yang menuding orang lain ujub padahal justru sendirinya lah yang ujub. Minimnya pengalaman yang membuatnya merasa sudah banyak berpengalaman, sehingga sudah merasa menguasai seluruh kasus. Akhirannya: adalah kesoktahuan.
Mereka akan berkata: "Soal ruqyah? Ya tanya ulama, jangan tanya praktisi!" untuk merendahkan para praktisi. Dan seolah para praktisi tidak pernah memakai petuah ulama. Seolah pula tidak ada praktisi yang juga ulama. Dan ketika disuguhi petuah ulama yang membenarkan metode praktisi, mereka diam.
Mereka akan berkata: "Yang penting adalah proses, bukan hasil. Percuma hasilnya dapat, tapi prosesnya ga benar." untuk menyalah-nyalahkan prosesi beberapa praktisi. Seandainya mereka benar-benar hadir di lokasi melihat sendiri atau menangani sendiri.
Tags
ARTIKEL RUQYAH