TERAPI GARAM (HALOTHERAPHY)
Ilmu terapi/penyembuhan atas gangguan penyakit termasuk perkara yang dikategorikan di luar ilmu ibadah. Sesuai kaidah, maka hukum asal segala sesuatunya diperbolehkan, selama tidak ada dalil yang melarang atau selama tidak ada aturan syariat yang dilanggar. Teknik ruqyah, teknik bekam, penggunaan herbal, teknik kedokteran, ilmu farmasi, hukum asalnya diperbolehkan selama tidak ada dalil larangan & selama tidak ada aturan syariat yang dilanggar. Adapun syarat yang seharusnya bisa dilaksanakan adalah menganalisa & membuktikan manfaat dari teknik & temuan tersebut secara nyata di lapangan, dengan kata lain ada uji klinis atau pembuktian ilmiahnya.
Garam adalah salah satu benda yang memiliki manfaat sebagai penetralisir racun, sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alihi wa sallam telah mengajarkan untuk mempergunakannya dalam terapi akibat sengatan kalajengking, dengan cara dicampur air, diruqyah dengan al mu'awidzatain, kemudian diusapkan, disiramkan, ataupun dengan cara merendam bagian tubuh yang terkena sengatan.
Dalam ilmu kedokteran, sodium(natrium) dan klorin yang terkandung dalam garam memiliki manfaat sebagai penyeimbang, untuk mengatur volume & tekanan darah yang masuk ke pembuluh, kemudian unsur" atomic-nya (ion) berfungsi untuk mengaktifkan neuron sel" syaraf sehingga dapat memperlancar gerak motorik anggota tubuh atas perintah otak. Secara metabolisme, garam termasuk zat yang lebih cepat bereaksi dan lebih mudah dikeluarkan dari tubuh semisal melalui keringat, makanya dianjurkan jika pakaian terkena keringat sebaiknya segera dicuci untuk menghindari tumpukan garam yang membekas.
Dari segi sejarahnya, terapi garam adalah ilmu terapi kuno. Terapi ini mulai berkembang kembali awal abad 19 di area tambang bukit (gua") garam di Eropa Timur, hanya saja menjadi lebih populer setelah diperkenalkan di Uni Emirat Arab. Istilah lain untuk terapi garam adalah halotheraphy (dari kata halos = garam ; bhs Yunani). Pasien masuk ke dalam ruangan tertutup tanpa jendela, yang penuh dengan kandungan garam dari mulai dinding, langit", lantai, hingga peralatan ruangnya. Alat penerang hanya berupa lampu warna biru agar terkesan sejuk. Selama 1 sesi terapi kira" 45 menit hingga 1 jam, pasien diminta untuk duduk relaks di kursi (recliner) yang telah disediakan. Untuk anak-anak sengaja disediakan segala jenis mainan, agar tidak merasa jenuh selama terapi. Adapun macam gangguan yang biasanya diatasi dengan terapi garam ini seperti: meminimalisir jerawat, eksim, psoriasis (kulit bersisik), sinusitis, bronkhitis, asma, juga merelaksasi tubuh akibat stress. Terapi ini mendasarkan pada hipotesis bahwa dengan menghirup partikel mikroskopis natrium klorida berukuran 0.5 - 0.3 mikron, akan berefek mengeringkan sekaligus mencegah infeksi (desinfektan) terhadap membran mukosa (penghasil dahak yg mengatasi kuman). Saat terapi berlangsung, terjadi pengurangan dahak, sehingga nafas akan menjadi lebih lega.
Kestenbaum, seorang pebisnis imigran dari New York, lulusan universitas Yeshiva, Israel, telah membuktikan hasil terapi garam ini pada anak laki-lakinya yang telah mengalami infeksi telinga kronis sejak usia 5 tahun. Selama 3 tahun penanganan dengan obat-obatan medis konvensional, tidak mendapatkan hasil kesembuhan. Namun setelah melakukan terapi garam, mulai terjadi perbaikan setelah 6 kali sesi (1jam per sesi terapi). Setelah 14 kali sesi terapi, anaknya tersebut telah dinyatakan sembuh total. 2 tahun kemudian, anaknya menderita 3 kali infeksi dan sembuh secara alami tanpa melalui suntikan antibiotik. Selain melakukan sesi terapi rutin, di ruangan tidurnya juga terpasang lampu garam, batu garam yang diberi bohlam sebagai pemanas untuk melepaskan ion-ion ke udara dengan harapan bisa menjadi pentralisir racun/desinfektan dalam ruangan. [ http://israel21c.org/ health/ salt-therapy-is-like-a-brea th-of-fresh-air/ ]
Demikian kutipan singkat dari berbagai sumber terkait terapi garam. Barangkali saja ada yang memiliki minat mengembangkan terapi ini, tidak ada salahnya saya kira. Segala macam uji coba dan penggalian manfaat berkaitan dengan ilmu kesehatan saya kira boleh saja dipraktekkan. Terlebih jika digabungkan dengan teknik ruqyah, Insya Allah akan jauh lebih baik. Yang penting, jangan sampai terjebak pada pemahaman ala batu akik atau senjata pusaka, yang sudah terlanjur jadi anggapan sebagai azimat dan sudah jelas-jelas menyalahi aturan syariat. Jauh-jauh deh
Ilmu terapi/penyembuhan atas gangguan penyakit termasuk perkara yang dikategorikan di luar ilmu ibadah. Sesuai kaidah, maka hukum asal segala sesuatunya diperbolehkan, selama tidak ada dalil yang melarang atau selama tidak ada aturan syariat yang dilanggar. Teknik ruqyah, teknik bekam, penggunaan herbal, teknik kedokteran, ilmu farmasi, hukum asalnya diperbolehkan selama tidak ada dalil larangan & selama tidak ada aturan syariat yang dilanggar. Adapun syarat yang seharusnya bisa dilaksanakan adalah menganalisa & membuktikan manfaat dari teknik & temuan tersebut secara nyata di lapangan, dengan kata lain ada uji klinis atau pembuktian ilmiahnya.
Garam adalah salah satu benda yang memiliki manfaat sebagai penetralisir racun, sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alihi wa sallam telah mengajarkan untuk mempergunakannya dalam terapi akibat sengatan kalajengking, dengan cara dicampur air, diruqyah dengan al mu'awidzatain, kemudian diusapkan, disiramkan, ataupun dengan cara merendam bagian tubuh yang terkena sengatan.
Dalam ilmu kedokteran, sodium(natrium) dan klorin yang terkandung dalam garam memiliki manfaat sebagai penyeimbang, untuk mengatur volume & tekanan darah yang masuk ke pembuluh, kemudian unsur" atomic-nya (ion) berfungsi untuk mengaktifkan neuron sel" syaraf sehingga dapat memperlancar gerak motorik anggota tubuh atas perintah otak. Secara metabolisme, garam termasuk zat yang lebih cepat bereaksi dan lebih mudah dikeluarkan dari tubuh semisal melalui keringat, makanya dianjurkan jika pakaian terkena keringat sebaiknya segera dicuci untuk menghindari tumpukan garam yang membekas.
Dari segi sejarahnya, terapi garam adalah ilmu terapi kuno. Terapi ini mulai berkembang kembali awal abad 19 di area tambang bukit (gua") garam di Eropa Timur, hanya saja menjadi lebih populer setelah diperkenalkan di Uni Emirat Arab. Istilah lain untuk terapi garam adalah halotheraphy (dari kata halos = garam ; bhs Yunani). Pasien masuk ke dalam ruangan tertutup tanpa jendela, yang penuh dengan kandungan garam dari mulai dinding, langit", lantai, hingga peralatan ruangnya. Alat penerang hanya berupa lampu warna biru agar terkesan sejuk. Selama 1 sesi terapi kira" 45 menit hingga 1 jam, pasien diminta untuk duduk relaks di kursi (recliner) yang telah disediakan. Untuk anak-anak sengaja disediakan segala jenis mainan, agar tidak merasa jenuh selama terapi. Adapun macam gangguan yang biasanya diatasi dengan terapi garam ini seperti: meminimalisir jerawat, eksim, psoriasis (kulit bersisik), sinusitis, bronkhitis, asma, juga merelaksasi tubuh akibat stress. Terapi ini mendasarkan pada hipotesis bahwa dengan menghirup partikel mikroskopis natrium klorida berukuran 0.5 - 0.3 mikron, akan berefek mengeringkan sekaligus mencegah infeksi (desinfektan) terhadap membran mukosa (penghasil dahak yg mengatasi kuman). Saat terapi berlangsung, terjadi pengurangan dahak, sehingga nafas akan menjadi lebih lega.
Kestenbaum, seorang pebisnis imigran dari New York, lulusan universitas Yeshiva, Israel, telah membuktikan hasil terapi garam ini pada anak laki-lakinya yang telah mengalami infeksi telinga kronis sejak usia 5 tahun. Selama 3 tahun penanganan dengan obat-obatan medis konvensional, tidak mendapatkan hasil kesembuhan. Namun setelah melakukan terapi garam, mulai terjadi perbaikan setelah 6 kali sesi (1jam per sesi terapi). Setelah 14 kali sesi terapi, anaknya tersebut telah dinyatakan sembuh total. 2 tahun kemudian, anaknya menderita 3 kali infeksi dan sembuh secara alami tanpa melalui suntikan antibiotik. Selain melakukan sesi terapi rutin, di ruangan tidurnya juga terpasang lampu garam, batu garam yang diberi bohlam sebagai pemanas untuk melepaskan ion-ion ke udara dengan harapan bisa menjadi pentralisir racun/desinfektan dalam ruangan. [ http://israel21c.org/
Demikian kutipan singkat dari berbagai sumber terkait terapi garam. Barangkali saja ada yang memiliki minat mengembangkan terapi ini, tidak ada salahnya saya kira. Segala macam uji coba dan penggalian manfaat berkaitan dengan ilmu kesehatan saya kira boleh saja dipraktekkan. Terlebih jika digabungkan dengan teknik ruqyah, Insya Allah akan jauh lebih baik. Yang penting, jangan sampai terjebak pada pemahaman ala batu akik atau senjata pusaka, yang sudah terlanjur jadi anggapan sebagai azimat dan sudah jelas-jelas menyalahi aturan syariat. Jauh-jauh deh