Oleh: Ustadz Abu Irbah Ariffuddin, S.Ag.
(pengasuh rubrik ruqyah syar’iyyah di majalah al-umm dan radio al-umm 102,5 FM malang)
(Artikel Pernah Dimuat Pada Majalah al-Umm Edisi VI Tahun I, April 2013)
Para pembaca yang budiman, pada edisi kali ini materi ruqyah merupakan kelanjutan dari edisi sebelumnya, yaitu tentang keterkaitan jenis-jenis jin dengan kepribadian manusia (ketika jin tersebut ada di dalam tubuh manusia). Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan edisi sebelumnya bahwa berdasarkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengenai pembagian jenis-jenis jin, maka jenis yang ketiga yaitu jenis ular dan anjing, kalau kita merujuk pada kitab wiqoyatul insan karya Syekh Wahid Abdus Salam Bali itu adalah bentuk aslinya. Yakni bentuk nyata dari penjelmaan (bisa dilihat dan disentuh) bukan bentuk pecitraan, yaitu jenis jin ular yang berwarna hitam dan anjing yang berwarna hitam. Hal ini dapat dijelaskan di dalam manaqibusy Sayafi’i dengan sanadnya dari ar Rabi’ yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Al Hafizh menyatakan, Aku mendengar Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang mengaku melihat jin maka kami batalkan syahadatnya kecuali Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam”. Ibnu Hajar Asqolani1 menyatakan hal ini berlaku bagi mereka yang mengaku melihat jin dalam bentuk aslinya. Sedangkan orang yang mengaku melihat jin setelah menyerupai beberapa bentuk binatang maka tidak dapat dibantah karena berita-berita tentang penyerupaan mereka sudah mutawatir (banyak).
Sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
«الْحَيَّاتُ مَسْخُ الْجِنِّ كَمَا مُسِخَتِ الْقِرَدَةُ، وَالْخَنَازِيرُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ»
“Ular adalah jadian jin sebagaimana kera dan babi adalah jadian dari bani Israil”2
Ada juga hadist yang diriwayatkan dari Abu Qilabah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ia berkata:
«لَوْلَا أَنَّ الْكِلَابَ أُمَّةٌ مِنَ الْأُمَمِ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا، فَاقْتُلُوا مِنْهَا الْأَسْوَدَ الْبَهِيمَ»
لَوْلاَ أَنَّ الْكِلاَبَ أُمِّةٌ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا وَلَكِنْ خِفْتُ اَنْ اَبِيْدَ اُمَّةً فَاقْتُلُوا مِنْهَا كُلَّ اَسْوَدَ بَهِيْمٍ فَاِنّهُ جِنُّهَا اَوْ مِنْ جِنِّهَا
“Sekiranya anjing itu bukan satu ummat niscaya aku memerintahkan pembunuhannya tetapi aku takut memusnahkan satu ummat, karena itu bunuhlah setiap binatang hitam diantaranya sebab dia adalah jinnya atau dari jinnya.”3
Terdapat juga di dalam shohih Muslim hadits dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian berdiri shalat maka (hendaklah) dia membatasinya dengan sutrah (pembatas) jika dihadapannya ada seperti ekor binatang, jika tidak ada dihadapannya seperti ekor binatang maka sesungguhnya shalatnya bisa batal karena keledai, wanita dan anjing hitam”, saya bertanya “Wahai Abu Dzar, mengapalah anjing hitam dibedakan dari anjing merah atau anjing kuning segala? Ia menjawab:”Wahai anak saudaraku, saya bertanya kepada Rasulullah sebagaimana kamu bertanya kepadaku lalu beliau bersabda: “Anjing hitam adalah Syetan”.
Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa anjing hitam dalam hadits di atas syetan anjing dan jin, dia menyerupai warna beberapa bentuk, demikian juga dengan bentuk kucing hitam karena warna hitam lebih bisa menghimpun kekuatan-kekuatan syetan daripada warna lainnya, disamping karena warna hitam menyimpan daya panas”.4 Selanjutnya Ibnu Taimiyyah juga menyatakan jika jin bisa menyerupai bentuk manusia dan binatang, seperti ular, kalajengking, onta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai, burung dan anak keturunan Adam ‘alaihissalam.
Dari ketiga jenis jin tersebut, dua jenis yang pertama memiliki kemampuan untuk berubah-ubah bentuk/menjelma menyerupai manusia dan binatang dalam pencitraan (kita tidak dapat melihat wujud nyatanya), yaitu ketika jin itu berada dalam tubuh manusia akan mencitrakan dirinya dengan berbagai bentuk, baik itu bentuk manusia maupun berbagai bentuk binatang. Hal ini akan memberikan konskwensi terhadap berbagai macam bentuk kepribadian manusia apabila jin tersebut masuk dalam tubuh manusia sesuai dengan jenis pencitraan manusia atau binatang yang ada didalamnya. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
Pertama, pencitraan jin dalam bentuk binatang. Misalkan saja jin dalam bentuk harimau atau singa, keduanya memiliki karakter yang hampir sama, jika seseorang kemasukan jin dan jinnya mengaku berbentuk jin harimau atau singa maka orang yang kemasukan tersebut akan memiliki sifat lebih percaya diri, ada perasaan merasa hebat, kuat, berani, cenderung buas, kejam, mudah marah, sadis, reaktif yang kuat dan mudah emosi. Jika jin yang masuk ke tubuh manusia mencitrakan dirinya dalam bentuk ular, maka akan menunjukkan ciri khasnya yaitu diam, menutup diri, cenderung mempersulit diri, berbelit-belit, tarik ulur pada kebenaran, memberikan efek gatal di tubuh, jika diruqyah kekuatannya bertahan di tulang ekor, memberikan kontribusi syahwat besar, mempertajam libido. Jika jin mencitrakan dirinya dalam bentu kera, biasanya karakternya suka menyerobot, mencuri, seenaknya sendiri, cenderung tega, egois, reaktif tetapi tidak kuat, suka clometan. Jika Pencitraan bentuk anjing, biasanya dari kalangan jin ifrit, cenderung mewakili dunia sihir. Ciri khasnya suka menggigit kalau diruqyah, suka yang kotor-kotor, najis, biasanya suka jalan (ngluyur) dan kecenderungan hanya cari duit aja. Jika yang masuk pencitraan jinnya dalam bentuk burung garuda atau rajawali biasanya cenderung berwibawa, penuh selidik, sekali marah daasyat. Jika dalam pencitraan kura-kura cenderung malas, kerjanya lamban, dan lain sebagainya.
Kedua, pencitraan jin dalam bentuk manusia, misalkan manusia bersorban, biasanya suka berdebat, cenderung sok religi, merasa benar dengan pendapatnya, senang dengan kebid’ahan, jika diruqyah akan melawan dengan menbaca ayat al Qur’an pula, terkadang membantu ketaatan; misal memebangunkan sholat malam dll, dalam beribadah cenderung mengandalkan semangat tanpa ilmu, mudah mengelabui peruqyah karena antara jin dan manusianya hampir sama. Kalau manusia bentuk tinggi, besar, hitam, mata merah biasanya mengaku dari kalangan ifrit. Sifatnya ganas, jahat, reaktif, suka mengancam, memukul, tidak cerdas, nafsu besar, mudah tersinggung dan lain sebagainya. Cirinya dia gampang menyerah, tunduk, dan masuk Islam jika kalah. Jika manusia bentuk pocong, ciri menonjol adalah pendusta, spesialisasi mengingatkan masa lalu yang buruk. Jika jin yang masuk mencitrakan dirinya manusia setengah hewan, seperti bentuk uniqon, manusia setengah kuda menggambarkan karakter setengah manusia dan binatang kadang tampak bijak tapi kadang tiba-tiba langsung garang. Jika jin yang masuk mencitrakan dirinya yang tua, maka jenis jin ini biasanya mewakili jin turunan atau sihir yang sudah lama; mempunyai sifat temuwo, suka benda-benda antik, senang dengan mitos, jahat. Terkadang orang kemasukan jin karena sebab hobinya mancing yang ekstrem biasanya kalau diruqyah hampir semua binatang air ada dalam tubuhnya. Tujuannya adalah agar mengokohkan orang tersebut untuk suka mancing “mancing mania” menjadi penguasa air. Ada juga yang mengaku kuntilanak, nyi roro kidul dan begitulah seterusnya…
Semua yang sudah dijelaskan diatas berdasarkan sumber data dari lapangan yang dicermati selama bertahun-tahun dan juga literatur kitab-kitab (diantaranya lihat kitab ad da’ wad dawaa’ hal 138-139), bisa salah tapi insyaAlloh lebih banyak benarnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa jin yang masuk ke dalam tubuh manusia akan membaca pikiran manusia dengan segenap keyakinan dan kebiasaan prilaku hidupnya yang kemudian menyesuaikan dirinya dengan apa yang diyakini oleh manusia tersebut. Di situlah jin akan mencitrakan dirinya sesuai dengan kebiasaan orang tersebut dan juga mitos-mitos yang ada –berkembang dimasyarakat. Sampai tulisan ini ditulis eksplorasi tentang pemaknaan jin masuk ke tubuh manusia masih dilakukan. Dan memungkinkan untuk mengalami penambahan selanjutnya. Wallahu ‘alam bi showab.
———————————————–
1 Fathul Baari, 4/489
2 Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Thabrani dalam Al Kabir dan Ibnu Abi Hatim di dalam Al’llal. Dishahihkan oleh al Hakim di dalam ash shohihah, 4/439 nomor 1824
3 Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitabul musaqat
4 Risalatul Jinni, hal 41
ARTIKEL SEBELUMNYA DI SINI
(pengasuh rubrik ruqyah syar’iyyah di majalah al-umm dan radio al-umm 102,5 FM malang)
(Artikel Pernah Dimuat Pada Majalah al-Umm Edisi VI Tahun I, April 2013)
Para pembaca yang budiman, pada edisi kali ini materi ruqyah merupakan kelanjutan dari edisi sebelumnya, yaitu tentang keterkaitan jenis-jenis jin dengan kepribadian manusia (ketika jin tersebut ada di dalam tubuh manusia). Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan edisi sebelumnya bahwa berdasarkan hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengenai pembagian jenis-jenis jin, maka jenis yang ketiga yaitu jenis ular dan anjing, kalau kita merujuk pada kitab wiqoyatul insan karya Syekh Wahid Abdus Salam Bali itu adalah bentuk aslinya. Yakni bentuk nyata dari penjelmaan (bisa dilihat dan disentuh) bukan bentuk pecitraan, yaitu jenis jin ular yang berwarna hitam dan anjing yang berwarna hitam. Hal ini dapat dijelaskan di dalam manaqibusy Sayafi’i dengan sanadnya dari ar Rabi’ yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Al Hafizh menyatakan, Aku mendengar Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang mengaku melihat jin maka kami batalkan syahadatnya kecuali Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam”. Ibnu Hajar Asqolani1 menyatakan hal ini berlaku bagi mereka yang mengaku melihat jin dalam bentuk aslinya. Sedangkan orang yang mengaku melihat jin setelah menyerupai beberapa bentuk binatang maka tidak dapat dibantah karena berita-berita tentang penyerupaan mereka sudah mutawatir (banyak).
Sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
«الْحَيَّاتُ مَسْخُ الْجِنِّ كَمَا مُسِخَتِ الْقِرَدَةُ، وَالْخَنَازِيرُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ»
“Ular adalah jadian jin sebagaimana kera dan babi adalah jadian dari bani Israil”2
Ada juga hadist yang diriwayatkan dari Abu Qilabah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ia berkata:
«لَوْلَا أَنَّ الْكِلَابَ أُمَّةٌ مِنَ الْأُمَمِ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا، فَاقْتُلُوا مِنْهَا الْأَسْوَدَ الْبَهِيمَ»
لَوْلاَ أَنَّ الْكِلاَبَ أُمِّةٌ لَأَمَرْتُ بِقَتْلِهَا وَلَكِنْ خِفْتُ اَنْ اَبِيْدَ اُمَّةً فَاقْتُلُوا مِنْهَا كُلَّ اَسْوَدَ بَهِيْمٍ فَاِنّهُ جِنُّهَا اَوْ مِنْ جِنِّهَا
“Sekiranya anjing itu bukan satu ummat niscaya aku memerintahkan pembunuhannya tetapi aku takut memusnahkan satu ummat, karena itu bunuhlah setiap binatang hitam diantaranya sebab dia adalah jinnya atau dari jinnya.”3
Terdapat juga di dalam shohih Muslim hadits dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian berdiri shalat maka (hendaklah) dia membatasinya dengan sutrah (pembatas) jika dihadapannya ada seperti ekor binatang, jika tidak ada dihadapannya seperti ekor binatang maka sesungguhnya shalatnya bisa batal karena keledai, wanita dan anjing hitam”, saya bertanya “Wahai Abu Dzar, mengapalah anjing hitam dibedakan dari anjing merah atau anjing kuning segala? Ia menjawab:”Wahai anak saudaraku, saya bertanya kepada Rasulullah sebagaimana kamu bertanya kepadaku lalu beliau bersabda: “Anjing hitam adalah Syetan”.
Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa anjing hitam dalam hadits di atas syetan anjing dan jin, dia menyerupai warna beberapa bentuk, demikian juga dengan bentuk kucing hitam karena warna hitam lebih bisa menghimpun kekuatan-kekuatan syetan daripada warna lainnya, disamping karena warna hitam menyimpan daya panas”.4 Selanjutnya Ibnu Taimiyyah juga menyatakan jika jin bisa menyerupai bentuk manusia dan binatang, seperti ular, kalajengking, onta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai, burung dan anak keturunan Adam ‘alaihissalam.
Dari ketiga jenis jin tersebut, dua jenis yang pertama memiliki kemampuan untuk berubah-ubah bentuk/menjelma menyerupai manusia dan binatang dalam pencitraan (kita tidak dapat melihat wujud nyatanya), yaitu ketika jin itu berada dalam tubuh manusia akan mencitrakan dirinya dengan berbagai bentuk, baik itu bentuk manusia maupun berbagai bentuk binatang. Hal ini akan memberikan konskwensi terhadap berbagai macam bentuk kepribadian manusia apabila jin tersebut masuk dalam tubuh manusia sesuai dengan jenis pencitraan manusia atau binatang yang ada didalamnya. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
Pertama, pencitraan jin dalam bentuk binatang. Misalkan saja jin dalam bentuk harimau atau singa, keduanya memiliki karakter yang hampir sama, jika seseorang kemasukan jin dan jinnya mengaku berbentuk jin harimau atau singa maka orang yang kemasukan tersebut akan memiliki sifat lebih percaya diri, ada perasaan merasa hebat, kuat, berani, cenderung buas, kejam, mudah marah, sadis, reaktif yang kuat dan mudah emosi. Jika jin yang masuk ke tubuh manusia mencitrakan dirinya dalam bentuk ular, maka akan menunjukkan ciri khasnya yaitu diam, menutup diri, cenderung mempersulit diri, berbelit-belit, tarik ulur pada kebenaran, memberikan efek gatal di tubuh, jika diruqyah kekuatannya bertahan di tulang ekor, memberikan kontribusi syahwat besar, mempertajam libido. Jika jin mencitrakan dirinya dalam bentu kera, biasanya karakternya suka menyerobot, mencuri, seenaknya sendiri, cenderung tega, egois, reaktif tetapi tidak kuat, suka clometan. Jika Pencitraan bentuk anjing, biasanya dari kalangan jin ifrit, cenderung mewakili dunia sihir. Ciri khasnya suka menggigit kalau diruqyah, suka yang kotor-kotor, najis, biasanya suka jalan (ngluyur) dan kecenderungan hanya cari duit aja. Jika yang masuk pencitraan jinnya dalam bentuk burung garuda atau rajawali biasanya cenderung berwibawa, penuh selidik, sekali marah daasyat. Jika dalam pencitraan kura-kura cenderung malas, kerjanya lamban, dan lain sebagainya.
Kedua, pencitraan jin dalam bentuk manusia, misalkan manusia bersorban, biasanya suka berdebat, cenderung sok religi, merasa benar dengan pendapatnya, senang dengan kebid’ahan, jika diruqyah akan melawan dengan menbaca ayat al Qur’an pula, terkadang membantu ketaatan; misal memebangunkan sholat malam dll, dalam beribadah cenderung mengandalkan semangat tanpa ilmu, mudah mengelabui peruqyah karena antara jin dan manusianya hampir sama. Kalau manusia bentuk tinggi, besar, hitam, mata merah biasanya mengaku dari kalangan ifrit. Sifatnya ganas, jahat, reaktif, suka mengancam, memukul, tidak cerdas, nafsu besar, mudah tersinggung dan lain sebagainya. Cirinya dia gampang menyerah, tunduk, dan masuk Islam jika kalah. Jika manusia bentuk pocong, ciri menonjol adalah pendusta, spesialisasi mengingatkan masa lalu yang buruk. Jika jin yang masuk mencitrakan dirinya manusia setengah hewan, seperti bentuk uniqon, manusia setengah kuda menggambarkan karakter setengah manusia dan binatang kadang tampak bijak tapi kadang tiba-tiba langsung garang. Jika jin yang masuk mencitrakan dirinya yang tua, maka jenis jin ini biasanya mewakili jin turunan atau sihir yang sudah lama; mempunyai sifat temuwo, suka benda-benda antik, senang dengan mitos, jahat. Terkadang orang kemasukan jin karena sebab hobinya mancing yang ekstrem biasanya kalau diruqyah hampir semua binatang air ada dalam tubuhnya. Tujuannya adalah agar mengokohkan orang tersebut untuk suka mancing “mancing mania” menjadi penguasa air. Ada juga yang mengaku kuntilanak, nyi roro kidul dan begitulah seterusnya…
Semua yang sudah dijelaskan diatas berdasarkan sumber data dari lapangan yang dicermati selama bertahun-tahun dan juga literatur kitab-kitab (diantaranya lihat kitab ad da’ wad dawaa’ hal 138-139), bisa salah tapi insyaAlloh lebih banyak benarnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa jin yang masuk ke dalam tubuh manusia akan membaca pikiran manusia dengan segenap keyakinan dan kebiasaan prilaku hidupnya yang kemudian menyesuaikan dirinya dengan apa yang diyakini oleh manusia tersebut. Di situlah jin akan mencitrakan dirinya sesuai dengan kebiasaan orang tersebut dan juga mitos-mitos yang ada –berkembang dimasyarakat. Sampai tulisan ini ditulis eksplorasi tentang pemaknaan jin masuk ke tubuh manusia masih dilakukan. Dan memungkinkan untuk mengalami penambahan selanjutnya. Wallahu ‘alam bi showab.
———————————————–
1 Fathul Baari, 4/489
2 Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Thabrani dalam Al Kabir dan Ibnu Abi Hatim di dalam Al’llal. Dishahihkan oleh al Hakim di dalam ash shohihah, 4/439 nomor 1824
3 Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitabul musaqat
4 Risalatul Jinni, hal 41
ARTIKEL SEBELUMNYA DI SINI
Tags
ARTIKEL RUQYAH