Allah swt berfirman:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
”dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya:
“Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Qs.
Shuad (38): 41).
Dalam Al Qur’an nama Ayub (أَيُّوبْ) terdapat 4 kali: QS. Al Baqarah
(2):163; Al An’am (6):84; Al Anbiya’(21):83 dan Shad (38):41.
Akhbar menceritakan bahwa Nabi Ayyub عليه السلام berasal dari
keturunan Romawi. Dia termasuk salah satu keturunan Al ‘Aish bin Ishaq
bin Ibrahim عليه السلام
Di antara keturunan Al ‘Aish yang menjadi Nabi hanyalah Ayyub عليه
السلام. Ibunya adalah putri Nabi Luth عليه السلام. Istri beliau bernama
Rahmah. Dia adalah putri dari Ifratsim bin Yusuf عليه السلام . Menurut
versi Al ‘Azizi, Ayyub عليه السلام ini sudah menjadi seorang Nabi sejak
zamannya Ya’qub. Dia diutus oleh Allah kepada penduduk Hauran daerah di
sekitar Damaskus. As-Suddi meriwayatkan bahwa Ayyub عليه السلام adalah
orang yang kaya raya. Dia selalu memuliakan para tamu yang berkunjung ke
desanya, memberikan tempat penginapan bagi orang-orang asing dan
senantiasa menyedekahkan barang dagangan dan tanaman pertaniannya. Di
samping itu, dia juga dikaruniai banyak anak yang menjadikannya menjadi
keluarga besar.
Silsilah Nasab Nabi Ayyub dan Dzulkifli عليهما السلام
Ibrahim عليه السلام
Ishaq عليه السلام
Ish
Rum
Tawikh
Amush
Ayyub عليه السلام + Rahmah
Dzulkifli عليه السلام
(yang berarti “yang mempunyai jaminan”)
Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa Nabi Ayyub عليه السلام ini
memiliki kebiasaan beribadah melampaui orang-orang biasa. Hal inilah
yang membuat Iblis menjadi tidak senang pada Ayyub عليه السلام. Pada
saat itu, Iblis belum dilarang untuk naik ke langit. Di atas sana, Iblis
berbincang-bincang dengan para malaikat yang selalu memuji Ayyub عليه
السلام karena kepribadiannya yang suka beribadah, dermawan dan
memuliakan tamu-tamu yang datang. Maka Iblis berkata sendiri, ‘”jika
Ayyub عليه السلام ini jatuh miskin, maka dia tidak akan lagi menyembah
Allah. Dan seandainya aku diberi wewenang oleh Allah untuk menguras
hartanya, maka niscaya dia akan meninggalkan ibadahnya.” Kemudian Allah
mewahyukan pada Iblis, Aku sudah memberikan wewenang padamu untuk
merusak harta Ayyub عليه السلام.”
Iblis kemudian mengumpulkan prajurit-prajuritnya untuk pergi menuju
ladang dan hewan ternak milik Ayyub عليه السلام. Ayyub sendiri baru
menyadari adanya suatu kejanggalan setelah ada api yang berkobar dahsyat
keluar dari dalam tanah untuk membakar habis tanaman-tanamannya.
Kemudian api itu berhembus menerpa hewan-hewan ternaknya dan akhirnya
luluh lantak habis tidak tersisa.
Setelah itu Iblis menemui Ayyub عليه السلام yang sedang berdiri
shalat di mihrabnya. Dia berkata pada Ayyub عليه السلام, “Tuhan yang kau
sembah itu telah membakar semua tanamanmu dan membinasakan semua hewan
ternakmu.” Ayyub menjawab, “Segala puji hanya bagi Allah. Dia-lah yang
telah memberikanku karunia-Nya dan kemudian mengambiiya kembali dariku.”
Lalu Iblis kembali naik ke langit dan bertemu dengan para malaikat, dia
ditanya, “Bagaimana usahamu!” tanya malaikat. ‘Ayyub عليه السلام, sabar
menerimanya:’ jawab Iblis. ‘Ayyub عليه السلام memang telah terpaut
dengan janji Tuhamya. Seandainya Allah memberikan kewenangan bagku untuk
mencelakakan anak-anaknya, maka tentu dia tidak akan tahan melihatnya,”
gumam Iblis kemudian. Allah mengizinkan Iblis untuk melakukan rencana
buruknya. Lalu Iblis mendatangi kediaman keluarga Ayyub عليه السلام dan
menggoyahkannya dengan keras sampai roboh.
Maka semua isi rumah yang terdiri dari sanak famili Ayyub عليه السلام
celaka dan binasa. Kemudian Iblis dengan wujud seorang pembantu
keluarga menemui Ayyub عليه السلام yang sedang khusyu’ beribadah di
ruangan mihrabnya. Iblis mendekati Ayyub sambil menangis terisak-isak.
Ayyub عليه السلام berkata padanya, ‘Apa yang telah terjadi, Bi!”
Pembantu itu menjawab, ‘Rumah tuan hancur dan menimpa semua sanak famili
yang ada di dalamnya. Mereka semua menjadi korban dalam kecelakaan
tersebut. Kemudian Ayyub عليه السلام berujar, “Segala puji bagi Allah
yang telah memberiku dan kemudian mengambil kembali pemberian-Nya
dariku.” Iblis datang kembali dengan wujud seorang pelayan keluarga,
“Seandainya tuan menyaksikan musibah yang menimpa anak-anak tuan,
niscaya tuan menyaksikan darah mereka mengalir, perut mereka pecah dan
usus-ususnya keluar.” Iblis terus berkata demikian dengan nada memelas
agar Ayyub عليه السلام merasa iba mendengarnya. Dan memang benar
akhirnya hati Ayyub عليه السلام lemah lunglai kemudian menangis dan
bekata, Ya Tuhan, seandainya aku tidak Engkau ciptakan.” Mendengar
ucapan Ayyub عليه السلام tersebut, Iblis gembira. Akan tetapi tak lama
kemudian Ayyub عليه السلام langsung memohon ampun atas keteledorannya,
seterusnya beliau bersikap sabar dan ikhlas menerima ketentuan Tuhannya.
Melihat keteguhan Ayyub عليه السلام tersebut, Iblis berkata sendiri,
“Seandahya Allah memberikan kewenangan bagiku untuk merusak anggota
tubuhnya, maka dia tidak mungkin akan sabar menerimanya.” Dan Allah
mengizinkan Iblis untuk melakukan hal itu. Maka Iblis langsung
mendatangi mihrabnya Ayyub عليه السلام yang ditemukan sedang khusyu’
beribadah di dalamnya. Iblis kemudian mendekat pada Ayyub عليه السلام
untuk meniup hidungnya. Secara spontan, tiba-tiba sekujur tubuh Ayyub
عليه السلام mulai ujung kepala sampai telapak kaki terasa gatal-gatal.
Ayyub lalu menggaruknya dengan batu sampai dagingnya melepuh,
kuku-kukunya tercerabut dari akarya, kulitnya lepas sehingga
tulang-belulangnya kelihatan.
Di samping itu, aroma tubuhnya mengeluarkan bau badan yang busuk dan
hal ini membuat belatung-belatung kecil keluar dari sekujur tubuhnya.
Penyakit itu dirasakan begitu pedih oleh Ayyub عليه السلام menjalar pada
jasadnya. Ada yang mengatakan Ayyub عليه السلام mempunyai tiga orang
istri. Setelah mereka melihat kondisi suaminya yang terkena penyakit
kulit begitu menjijikkan, akhirnya mereka memutuskan untuk
meninggalkannya. Dan satu-satunya istri yang masih setia pada Ayyub عليه
السلام hanyalah Rahmah. Tidak berhenti sampai di situ, Iblis kemudian
mendatangi penduduk kampung dan berseru, “Saudara-saudara semua harus
mengusir Ayyub عليه السلام dari perkampungan ini. Sebab jika dia masih
berdiam diri di sini, maka saudara-saudara nanti akan terkena
penyakitnya!” Penduduk kampung pun ramai-ramai mendatangi Rahmah dan
berkata padanya, “Hai Rahmah, bawalah suamimu pergi. Dan jika tidak,
maka kami akan mernbunuhnya.”
Mendengar ancaman tersebut, Rahmah berkemas untuk memboyong Ayyub
عليه السلام. Dia membawa suaminya dengan cara di gendong di kedua
pundaknya. Mereka berdua menelusuri perjalanan sampai berhenti di suatu
retuntuhan. Di tempat itulah, Rahmah merebahkan suaminya. Dan Ayyub عليه
السلام pun tidur dengan tanah sebagai alasnya. Menurut penuturan Wahab
bin Munabbih, Ayyub عليه السلام terlelap tidur di atas tanah dengan
belatung yang terus menerus keluar dari sekujur tubuhnya.
Selain istrinya, tidak ada seorang pun yang mau mendekatinya. Hal itu
dijalani mereka berdua selama tujuh tahun. Rahmah sendiri untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehari- harinya sengaja pergi ke perkampungan.
Dia bekerja pada mereka dan hasilnya untuk membeli roti dan makanan.
Suatu saat Iblis menemui penduduk kampung untuk menghasut mereka. Dia
berseru, “Saudara-saudara semua jangan membiarkan Rahmah masuk ke
perhampungan ini. Sebab dia nanti akan menularkan penyakit yang diderita
suamninya.” Maka ketika Rahmah datang untuk bekerja, mereka langsung
menegurnya, “Hai Rahmah, jauhkan suamimu dari kami. Jia tidak, maka kami
akan melemparinya dengan batu sampai dia mati!” kata mereka mmgancam.
Rahmah akhirnya mengalah dlan membawa pergi suaminya dengan digendong di
atas kedua pundaknya. Dia pergi bersama Ayyub عليه السلام menuju tempat
yang jauh dari perkampungan. Setelah sampai pada tempat yang dituju,
Rahmah meletakkan suaminya di atas hamparan kerikil dengan batu sebagai
bantalnya. Kemudian dia berkata, “Suamiku, mohonlah kepada Allah agar
penyakimu sembuh.” Tetapi Ayyub عليه السلام menjawabnya dengan penuh
kepasrahan, “Rahmah! Allah sengaja tidak memberikan pada kita akan
nikmat-nikmat-Nya. Hal itu dimaksudkan untuk mencoba kita, apakah kita
sabar dalam menghadapi musibah-Nya atau tidak.”
Rahmah sendiri mencoba untuk pergi dan mengetuk pintu-pintu rumah
penduduk untuk meminta belas kasih mereka. Tetapi mereka malah
mengusirnya. Pergilah kau dari daerah kami! Jangan kau tularkan penyakit
suamimu pada kami!” Maka tatkala ‘Rahmah sudah kehabisan cara untuk
mendapatkan makanan, sedangkan Ayyub عليه السلام, suaminya, sudah merasa
sangat lapar, maka dia memutuskan untuk memotong gelungan rambutnya.
Kemudian gelungan itu dijualnya demi sepotong roti. Setelah itu, dia
pulang menemui Ayyub عليه السلام dengan membawa roti. Ayyub bertanya
padanya, “Dan mana engkau peroleh roti ini, istriku!” Dan Rahmah pun
menceritakan usahanya untuk mendapatkan roti itu, yaitu dengan cara
menukarnya dengan gelungan rambutnya. Begitu mendengar penuturan
istrinya, Ayyub عليه السلام kontan saja menangis terisak-isak, kemudian
ia bersabar dan pasrah.
Dalam sebuah hadits riwayat Mu’adz bin Jabal ra, dia mendengar
Rasuiullah saw bersabda, ‘Jika ada nanah atau darah yang keluar dari
salah seorang lelaki, kemudian istrinya mengusap dengan jilatan lidahnya
dan dia tidak ridha pada isteriya itu, maka lelaki itu nanti pada hari
kiamat akan ditempatkan di dalam peti yang terbuat dari api sampai turun
ke dasar Jahanam.”
Selanjutnya Wahab bin Munabbih menuturkan, suatu saat Iblis menyamar
sebagai seorang dokter bertemu pada Rahmah, istrinya Ayyub عليه السلام.
Iblis berkata; ” Apakah Anda benar istrinya Ayyub ?” Benar ” kata Rahmah
singkat, kemudian Iblis melanjutkan, aku akan mengobati penyakit
suamimu dengan syarat dia harus memotong hewan tanpa menyebut nama
Allah. Di samping itu dia juga harus meminum khamr.” Lalu Rahmah pulang
dan menceritakan hal itu pada Ayyub عليه السلام. Mendengar penuturan
istrinya itu, Ayyub عليه السلام marah dan berkata, “Celaka kamu, dia itu
Iblis laknatullah.” Kemudian Ayyub عليه السلام bersumpah bahwa beliau
akan mencambuk istrinya sebanyak seratus kali setelah dia sembuh dari
penyakitnya. Penyebab kemarahan Ayyub عليه السلام dikarenakan Rahmah
menerima begitu saja persyaratan dari Iblis tanpa mengatakan bahwa Allah
sendiri nanti yang akan menyembuhkannya.
Selanjutnya Ayyub عليه السلام menangis dan bermunajat,
‘Ya Tuhanku, aku tidak mungkin bisa menentukan dua pilihan kecuali di
sana ada ridha-Mu. Aku tidak peduli dengan keinginanku tanpa disertai
ridha-Mu. Aku sama sekali tidak merasa kenyang ketika makan karena takut
aku lupa pada orang yang lapar. Maka dosa apa yang aku lakukan sehingga
Engkau menyiksaku seperti ini.” Kemudian Allah mewahyukan pada Ayyub,
‘Wahai Ayyub! Apakah kesabaranmu atas cobaan ini berkat pertolongan-Ku
atau keinginanmu,” lalu turun lagi wahyu padanya, ‘Wahai Ayyub!
Seandainya aku jadikan setiap helai rambut yang ada di tubuhmu itu
kesabaran, maka kamu tidak akan kuat merasakan sebagian kepedihan yang
menggejala di jasadmu.”
Menurut Al Kisa’i, ketika belatung itu terus keluar dan menjalar di
sekujur tubuh Ayyub عليه السلام, sampai ada yang mau menyentuh lidahnya,
maka Ayyub عليه السلام merasa khawatir hal itu mengganggu kesibukannya
berdzikir kepada Allah. Beliau berdoa,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ
أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ , فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ
ضُرٍّ وَآَتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ
عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ
83. dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya
Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah
Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”.
84. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan
penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan
Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi
Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (QS
Al Anbiya’ (21);83-84
Dan dari Abu Nu’aim dan Ibn Asakir dari Hasan berkata, “Jika belatung
itu terlepas atau terjatuh dari tubuh beliau (Ayyub) maka dikembalikan
lagi ke tempatnya dan beliau berkata : “ makanlah dari rizki (yang
diberikan) Allah.” (dalam Kitab Dur Al Mantsur – As Suyuthi)
As-Suddi menuturkan, setelah Ayyub عليه السلام mengucapkan doa di
atas, maka Allah mengetahui bahwa Ayyub memang benar-benar telah kaget
menerima penyakit itu (belatung yang mau merusak lisannya) sebab
kesibukannya berdzikir pada-Nya. Maka datanglah malaikat Jibril
menjenguk Ayyub عليه السلام dengad membawa; buah delima (ada yang
mengatakan buah kelapa) dari surga. Lalu Ayyub عليه السلام bertanya
padanya, “Siapakah Anda, wahai orang baik yang telah membuat aku gembira
tatkala para shahabat dan orang-orang yang aku cintai meninggalkanku
sendiri.”
Kemudian Jibril mendekatkan buah delima itu pada Ayyub عليه السلام
agar dimakannya. Begitu Ayyub عليه السلام memakannya, maka semua rasa
sakit yang diderita di dalam tubuhnya hilang seketika. Jibril berkata
padanya, ‘Wahai Ayyub, bangunlah!? “
“Bagaimana aku bisa bangun, sedangkan jasadku tidak berdaya apa-apa,”
jawab Ayyub عليه السلام. Maka Jibril memegang Ayyub dengan tangannya
kemudian memapahnya! sekitar dua belas langkah, lalu berkata padanya,
“Coba sekarang doronglah dengan kaki kananmu (untuk berjalan)!” Maka
Ayyub melihat ada sebuah mata. air yang sejuk. Jibril kembali
menyuruhnya, “Mandilah dengan air hangat dan minum dengan air dingin!”
Maka ketika Ayyub melaksanakan saran tersebut, spontan saja kegantengan
dan kemolekannya tampak kembali, tubuhnya bersih bagaikan perak yang
bersinar. Lalu membawakan sebuah mantel dari surga. untuk dipakaikan
pada Ayyub. Setelah itu Jibril memasangkah-mahkota dari surga untuknya. Dengan demikian Ayyub menjadi sosok yang bersih
bersinar bagaikan matahari yang sedang menerangi. Pada saat itu pula
Ayyub langsung melakukan shalat dua rakaat sebagai tanda syukur pada
Allah atas nikmat dan keridhaan yang telah diberikan kepadanya.
Selanjumya Wahab bin Munabbih menuturkan, setelah Ayyub mandi di
Sumber air tersebut, maka belatung yang ada pada tubuhnya menjadi
bertebaran membentuk permadani emas. Kemudian belatung itu terbang di
udara. Dan akhirnya apa yang tadinya sebagai musibah menjadi nikmat
baginya. Menurut Abu Laits As Samarkindy, dalam Tanbihul Ghafilin, hari
itu adalh 10 Muharram. Sedangkan menurut keterangan dari As-Suddi, konon
Ayyub mandi di sumber air tersebut dan sembuh dari penyakitnya pada
hari Nairuz (hari tahun baru Iran). Karenanya, kita menemukan tradisi
menyemprotkan manisan dengan air pada hari Nairuz.
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya
Nabiyullah Ayyub ditimpa musibah selama delapan belas tahun. Orang dekat
dan orang jauh menolaknya, kecuali dua orang laki-laki saudaranya yang
selalu menjenguknya setiap pagi dan petang hari. Suatu hari salah
seorang dari keduanya berkata kepada temannya, ‘Ketahuilah, demi Allah,
Ayyub telah melakukan sebuah dosa yang tidak dilakukan oleh seorang
manusia di dunia ini.’ Temannya menanggapi, ’Apa itu?’ Dia menjawab,
’Sudah delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya dan tidak mengangkat
ujian yang menimpanya.’
Manakala keduanya pergi kepada Ayyub, salah seorang dari keduanya
tidak tahan dan dia mengatakan hal itu kepada Ayyub. Maka Ayyub عليه
السلام berkata, ’Aku tidak mengerti apa yang kalian berdua katakan.
Hanya saja, Allah mengetahui bahwa aku pernah melewati dua orang
laki-laki yang bersengketa dan keduanya menyebut nama Allah, lalu aku
pulang ke rumah dan bersedekah untuk keduanya karena aku khawatir nama
Allah disebut kecuali dalam kebenaran.’
Nabi saw bersabda, “Ayyub pergi buang hajat. Jika dia buang hajat,
istrinya menuntunnya sampai di tempat buang hajat. Suatu hari Ayyub عليه
السلام terlambat dari istrinya dan Allah mewahyukan kepada Ayyub عليه
السلام, ”Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan
untuk minum.” (QS. Shad: 42) Istrinya menunggunya cukup lama. Dia
melihat dan memperhatikannya sedang berjalan ke arahnya, sementara Allah
telah menghilangkan penyakitnya dan dia lebih tampan dari sebelumnya.
Ketika istrinya melihatnya, dia berkata, ”Semoga Allah memberimu berkah,
apakah kamu melihat Nabiyullah, orang yang sedang diuji? Demi Allah,
kamu sangat mirip dengannya jika dia itu dalam keadaan sehat.’ Ayyub
عليه السلام berkata, ”Sesungguhnya akulah Ayyub.”
Ayyub عليه السلام memiliki dua tempat untuk mengeringkan hasil bumi,
yang pertama untuk gandum dan yang kedua untuk jewawut, lalu Allah
mengirim dua potong awan. Ketika awan yang pertama tiba di atas tempat
pengeringan gandum, ia memuntahkan emas sampai ia melimpah, dan awan
yang lainnya menumpahkan di tempat pengeringan jewawut sampai melimpah
pula.”
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya (1/176-177), Abu Nuaim
dalam Al-Hilyah (3/374-375) dari dua jalan dari Said bin Abu Maryam.
Nafi’ bin Yazid menyampaikan kepada kami, Aqil memberitakan kepada kami
dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik secara marfu’.” Dan dia berkata,
“Gharib dari hadits Az-Zuhri, tidak ada yang meriwayatkan darinya
kecuali Aqil. Rawi-rawinya disepakati keadilan mereka. Nafi
meriwayatkannya secara sendiri.”
Muslim meriwayatkan haditsnya, rawi-rawi lainnya adalah rawi-rawi
Syaikhain. Jadi, hadits ini shahih. Ia dishahihkan oleh Ad-Dhiya’
Al-Maqdisi. Dia meriwayatkannya dalam Al-Mukhtarah (2/220-221) dari
jalan ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
(2091) dari Ibnu Wuhaib. Nafi’ bin Yazid memberitakan kepada kami.”
Perawi melanjutkan, pada saat Ayyub عليه السلام sembuh, Rahmah sedang
pergi mencari makanan untuk suaminya, Ayyub عليه السلام. Tiba-tiba
Iblis datang menemui Rahmah di jalan. Dia berkata, “Sampai kapan kau
kerja keras seperti ini demi mengabdi pada suamimu yang tidak sabar
menerima musibah? Bukankah dia pernah berjanji akan mencambukmu seratus
kali jika ia sembuh dari penyakitnya?” Tetapi Rahmah terus berjalan
untuk menemui Ayyub عليه السلام dengan tidak memperdulikan omongan Iblis
tersebut. Sesampainya di tempat, Rahmah merasa kehilangan Ayyub عليه
السلام. Dia mencari Ayyub ke mana-mana tetapi tidak juga ditemukan.
“Ayyub! Apakah binatang buas telah memangsamu. Atau jangan- jangan kamu
telah ditelan bumi!” seru Rahmah memanggil-manggil suaminya dengan nada
cemas. Kemudian Ayyub عليه السلام datang dan berkata pada istrinya, “Hai
wanita muda, siapa yang kau cari?” “Aku sedang mencari Ash-Shabir
Ayyub,” jelas Rahmah tidak mengenal Ayyub عليه السلام yang berada di
hadapannya. Pada saat itu Ayyub عليه السلام mengenakan pakaian mewah. Di
atas kepalanya terdapat mahkota dan di sampingnya terlihat ada sumber
air mengalir. Ayyub عليه السلام memang sudah sehat dan pulih kembali
seperti sedia kala. Sehingga hal itu membuat Rahmah tidak mengenalinya.
Karena sebelum ditinggalkan, Ayyub عليه السلام dalam keadaan sakit
parah.
Dan Ayyub عليه السلام menyadari kebingungan yang menyelimuti
istrinya. Dia berkata, “Apakah Anda masih ingat ciri-ciri Ayyubmu?”
Rahmah akhirnya mengerenyitkan keningnya sambil mengingat ciri-ciri
suaminya itu. Dan begitu ia sadar bahwa orang yang di depannya itu
adalah orang yang dicarinya, dia berkata, “Sepertinya tuan mirip sekali
dengan Ayyub عليه السلام.” Maka Ayyub pun tersenyum melihat istrinya.
“Akulah Ayyub. Tuhanku telah menyembuhkanku,”
As-Suddi berkata, setelah Ayyub عليه السلام sembuh dari penyakitnya,
dia merasa bingung akan sumpah yang pemah diucapkannya. Waktu itu, ia
bersumpah, jika ia sembuh, maka ia akan mencambuk Rahmah sebanyak
seratus kali. Hal inilah yang membuatnya tertekan. Karenanya, Jibril
datang dan berkata pada Ayyub عليه السلام, “Hai Ayyub, ambillah seratus
dahan dari ujung tangkai pohon. Kemudian jadikan dahan itu sebagai
cambuk. Dan pukulkanlah cambuk itu pada Rahmah sekali saja. Maka kamu
sudah bebas dari sumpahmu.” Ayyub عليه السلام akhimya mengerti petunjuk
tersebut dan ia pun bebas dari beban sumpahnya. Masih menurut As-Suddi,
beliau terus menerus merasakan kenikmatan dan kebahagiaan di atas sampai
meninggal dunia. Usia beliau saat itu adalah tujuh puluh tiga tahun.
Keterangan lainnya mengatakan bahwa usianya ketika meninggal dunia
mencapai seratus tahun.
Setelah Ayyub عليه السلام wafat, beliau dimakamkan di Hauran.
Sedangkan anak-anaknya sepeninggal Ayyub عليه السلام, senantiasa
meneruskan ajaran ayahnya, yaitu beribadah dan taat kepada Allah. Anak
Ayyub عليه السلام yang paling tua bemama Hawamil, kemudian disusul
dengan Maqil, Rusyd, Rasyid dan Basyir (kelak menjadi Rasul dan Nabi
Dzulkifli عليه السلام). Pada masa zaman Nabi Ayyub عليه السلام, raja
yang berkuasa waktu itu adalah bernama Lam bin Di’am. Dia adalah salah
seorang dari penguasa wilayah Syiria.
Tags
ARTIKEL RUQYAH