Orang-orang memanggil saya Marjo, lahir di Nganjuk 34 tahun yang lalu. Sejak tahun 1994, saya memiliki banyak kegiatan lintas kabupaten di Jawa timur.Mulai dari Nganjuk hingga Surabaya. Bepergian dengan sepeda motor Surabaya – Nganjuk sebanyak dua kali adalah rutinitas mingguan. Namun, sejak tahun 1998 saya mengurangi kegiatan luar kota, karena suatu seab yang saat itu belum saya sadari. Saya lebih banyak aktif di Nganjuk dan mendirikan LSM yang bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintahan Kabupaten Nganjuk. Hasilnya, banyak kecurangan pejabat yang terbongkar.Namun, rupanya mereka tidak rela kecurangannya diketahui banyak orang. Dan dengan cara kejam mereka membalas dendam. Dengan melakukan apa yang sering orang sebut dengan melakukan santet. Dua orang aktifis LSM meninggal. Sungguh licik memang.
Saya sendiri, sejak tahun 1998 sering masuk angin dan mual-mual. Awalnya saya beranggapan itu hanya karena terlalu capek. Ya, capek mengendarai motor Surabaya – Nganjuk dua kali seminggu. Tidak ada pilihan lain saya harus mengurangi aktifitas luar kota, bila tidak ingin merugikan pihak lain. Padahal, saat itu aktifitas saya di Surabaya bisa dibilang padat.
Beberapa aktifitas saya antara lain adalah menjadi Direktur Pendidikan sebuah Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu pengetahuan di Surabaya. Menjadi tutor atau dosen di berbagai lembaga Pra Perguruan Tinggi di Jawa Timur. Mengajar di sebuah Yayasan di Surabaya. Menjadi Pembina karya ilmiah remaja dan jurnalistik di berbagai SMU di Surabaya. Serta mengasuh sebuah media remaja juga di Surabaya 1998-2000.
Melihat kondisi kesehatan yang semakin memburuk, akhirnya pada tahun 2000 saya putuskan untuk meninggalkan semua aktifitas di Surabaya.
Meskipun, aktifitas saya tidak sepadat dulu. Namun, masuk angin dan mual-mual tak kunjung sembuh. Sudah tak terhitung dokter di Nganjuk dan Surabaya yang saya datangi. Tapi saya heran, ternyata diagnosa dokter berbeda-beda. Ada yang mengatakan sakit liver dan ada yang bilang sakit jantung. Saya tidak tahu dokter siapa yang benar. Akhirnya, untuk menenangkan hati dan mempermudah proses penyembuhan saya menjalani berbagai macam pemeriksaan penyakit dalam seperti jantung, asam urat dan lambung. Sungguh di luar dugaan. Ternyata diagnosa para dokter itu tidak benar. Saya tidak menderita sakit seperti yang mereka katakan.
Merasakan Adanya Perubahan Sikap
Semakin hari penderitaan saya tak kunjung berkurang. Bahkan sebaliknya penyakit itu mulai menggerogoti ruhiah saya. Ya, jiwa malas semakin bertambah. Kebiasaan shalat lima waktu berjama’ah di masjid sejak kecil, akhirnya saya tinggalkan. Sehabis maghrib dan shubuh yang biasanya membaca Al-Qur’an satu hingga tiga juz semakin jarang saya lakukan. Bahkan saya mulai lupa membaca Hizb (doa perlindungan) menjelang tidur. Saya juga sering menolak undangan pengajian remaja dan ceramah walimatul ‘ursy dengan alasan takut sakit saya kambuh pada saat pelaksanaan acara.
Bukan hanya itu, saya juga mulai malas menulis karya ilmiah maupun artikel. Padahal, juara nasional penulisan buku Geografi pernah saya raih. Waktu itu saya menghubungkan Geografi dengan isi kandungan Al-Qur’an. Sebuah terobosan baru dalam kurikulum pendidikan nasional.
Memasuki tahun 2003, sakit saya semakin parah hingga harus dirawat di rumah sakit sampai tiga kali. Rawat inap pertama terjadi pada bulan Januari. Seperti biasa, banyak keluarga dan teman saya yang menjenguk sambil mambawa minuman. Saya tidak curiga apa-apa, minuman itu langsung saya minum. Tak lama kemudian, perut saya semakin nyeri, seakan diaduk-aduk. Bahkan sepulang dari rumah sakit saya tidak mampu lagi membaca Al-Qur’an walau satu ayat, badan terasa lemas dan shalat pun gemetaran.
Pada bulan Februari, saya harus kembali rawat inap di rumah sakit selama dua minggu. Kejadiannya tidak jauh berbeda dengan rawat inap sebelumnya. Hari-hari berikutnya saya suka marah. Namun saya tidak tahu mengapa suka marah, padahal sebelumnya saya termasuk tipe penyabar dan mudah bergaul. Pernah suatu saat saya mendamprat teman-teman di kantor, hanya karena masalah sepele. Begitu juga di rumah saya sering marah-marah. Seolah-olah mulut ini ada yang menggerakkan.
Terus terang, selama sakit bertahun-tahun itu saya tidak pernah pergi ke tempat-tempat tertentu untuk mencari penyembuhan, atau mencari jampi-jampi dari si A atau si B yang lazimnya dilakukan oleh orang-orang di daerah saya. Saya hanya pergi ke tempat praktek dokter yang lebih bersifat rasional. Namun, tanpa sepengetahuan saya beberapa keluarga dan teman baik saya yang melakukan upaya-upaya penyembuhan dari jampi-jampi itu, tanpa memberitahu saya. Dengan tidak menafikan niat baik mereka yang menginginkan kesembuhan saya, saya sangat menyesal akan hal itu.
Memang, ujian yang bertubi-tubi itu semakin mendewasakan dan menyadarkan saya bahwa kekuatan manusia ada batasnya. Ada satu kekuatan yang Maha Besar, Maha Agung dan Maha segala-galanya yaitu kekuatan Allah. Akhirnya, saya sepakat dengan istri saya untuk menyerahkan semuanya kepada Allah. Bukan berarti saya tidak berusaha dan hanya diam berpangku tangan. Tidak.
Harapan itu Masih Ada
Awal Juni itu, saya teringat dengan kaset dan buku Ruqyah dan Do’a, kiriman dari kemenakan saya, Rahmat, yang tinggal di Batam. Saya baca dan saya pelajari isinya. Ternyata, buku tipis itu sesuai dengan keyakinan saya yang tidak percaya pada Tahayul, Khurafat dan Bid’ah. Terbayang kembali beberapa peristiwa yang mengundang tanya beberapa bulan sebelumnya.
Pertama, ada kejadian aneh yang menimpa istri saya. la tidak menstruasi selama tiga bulan. Padahal secara ilmiah seharusnya ia tidak hamil. Kedua, kebalikan dari yang pertama istri saya menstruasi selama tiga bulan berturut-turut. Dan ketiga, kedua anak saya yang berumur tiga dan dua tahun menderita sakit secara bergantian. Setelah saya bawa ke dokter akhirnya mereka sembuh. Namun, selang beberapa hari kemudian giliran saya yang sakit. Bahkan lebih parah dari sebelumnya.
Daftar peristiwa demi peristiwa itu semakin menambah keyakinan bahwa saya terkena semacam santet atau gangguan jin. Akhirnya, saya mulai melakukan persiapan lahir dan batin. Seperti yang tersebut dalam buku Ruqyah dan Do’a. Saya cari benda-benda syirik yang ada di rumah lalu saya bakar semuanya.
Setelah saya perkirakan semuanya beres, saya mulai mendengarkan kaset Ruqyah dan Do’a lalu mengikuti bacaannya. Di luar perkiraan, ternyata saya bisa membaca Al-Qur’an kembali. Kemudian saya semakin intensif mendengarkan kaset ruqyah. Bisa dikatakan hampir dua puluh empat jam selama dua pekan. Hanya berhenti ketika tape sudah panas.
Setelah itu, timbul reaksi yang tidak terduga. Badan saya seakan digoyang-goyang.”Apakah saya sakit jantung?” saya bertanya-tanya. Untuk memastikannya saya opname di rumah sakit untuk ketiga kali sambil terus mendengar kaset ruqyah. Perawatan di rumah sakit, rupanya bukanlah tempat yang pas buat penderitaan seperti yang saya alami. Selama di rumah sakit terus terang- tidak ada perubahan, bahkan reaksi dari santet itu semakin kuat. Akhirnya saya pulang ke rumah dan melanjutkan ruqyah melalui kaset. Tak lupa saya mengintensifkan shalat malam.
Menakjubkan, tangan saya bergerak sendiri dan menunjuk ke sana kemari tanpa digerakkan dengan syaraf motorik. Awalnya saya takut juga, “Kok bisa bergerak sendiri?” Saya pun meminta petunjuk kepada Allah. Saya sadar sepenuhnya bahwa badan yang luar seharusnya bersih terlebih dahulu sebelum diruqyah, baik pikiran maupun lingkungan. Dalam dua hari saya mencari benda-benda syirik seperti kemenyan, rajah, garam dan jimat di lingkungan rumah dan pekarangan. Saya cari buku-buku yang agak ‘porno’ dan pakaian yang tidak pantas dipakai. Saya kumpulkan dan saya bakar semuanya.
Subhanallah, setelah mendengar kaset Ruqyah dan Do’a, tangan saya bisa mencari benda-benda syirik dengan mata terpejam. Hanya dengan panduan dzikir. Tangan saya pernah menemukan kemenyan yang disembunyikan di selokan. lnilah kekuasaan Allah.
Dua hari berikutnya benda-benda syirik itu minta dipulangkan ke majikannya. Tangan saya menunjuk kesana kemari. Sebab jin itu kepanasan. Akhirnya, saya sebutkan nama kiai satu persatu. Bila disebut nama si A, ia mau dan bila di sebut nama si B, tidak mau. Berarti benda sihir itu miliknya si A. Kemudian saya bentak-bentak dan saya pukuli tangan saya.
Begitulah, hingga pada suatu hari, waktu itu hari Sabtu, saya menemui Ustadz Fadzlan di kota Gede, Yogyakarta. Saya minta diruqyah dan nasehat. Setelah dimotivasi dan disuruh banyak berdzikir saya pulang ke rumah.
Kejadian Saat Ruqyah Mandiri
Sewaktu di rumah Ustadz Fadzlan saya tidak mengalami apa-apa. Tapi setelah tiba di rumah saya bisa dialok dengan jin yang masuk ke tubuh saya. Dengan cara memijit tempat yang sakit. Begitu dipijit jin berkata, “Aduh.” Kemudian saya tanya lagi, “Darimana kamu?” ‘Dari pejabat yang mencari kami (sekelompok jin).” Lalu jin itu menyebut tiga tempat. Dua di Jawa Timur dan satu lagi di daerah Jawa Barat.
“Kami sudah menyerangmu sebanyak delapan kall,” demikian jin itu menambahkan. Akhirnya saya bentak lagi, “Saya tidak peduli, yang penting kalian harus keluar.’ Akhirnya keluarlah jin-jin itu. Menurut pengakuannya, jumlah mereka empat, lalu disusul tiga temannya. Yang terakhir keluar adalah jin yang katanya berupa ular.
Besoknya ada lagi jin yang masuk. Ternyata ketika saya sedang dirawat di rumah masih ada orang yang tega mengirim sihir kembali. Saya bentak jin itu dan saya suruh membaca “Allahu Akbar.” Terakhir, setelah saya shalat hajat muncul lagi jin yang mengaku malaikat. “Saya malaikat yang menuntun manusia,” katanya. Dia mengaku malaikat Mikail dan Jibril. Saya katakan, “Tidak ada malaikat yang mengganggu manusia. Ayo, kalau kamu malaikat katakan, Allahu Akbar lima kali.” Demikian saya menantangnya. Akhirnya, baru mengucapkan takbir tiga kali saja jin itu sudah tidak mampu dan hilang tak bersuara.
Ketika dialog dengan jin saya membaca, ayat yang artinya, “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin : 6).
Juga ayat yang artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul, sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikutijalan yang bukan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam. Sesungguhnya neraka Jahanam adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ : 115).
Sebenarnya, selama dialog itu saya sempat terkecoh juga. Karena ada jin yang memuji, “Kamu itu hebat, tidak mempan sama sekali digini-ginikan (disihir dengan berbagai cara). Dan ‘kiai’ di Nganjuk itu sudah kalah dengan kamu semua.”
Ya, saya manusia normal yang terkadang terkecoh oleh indahnya pujian. Namun, saya cepat istighfar dan menyadari bahwa ini semua adalah bagian dari tipu daya syetan. Secara umum, jin yang menganggu saya terbagi menjadi tiga kelompok. Anehnya, setiap jin itu berbicara seperti suara orang-orang yang mengutusnya.
Pertama adalah jin kiriman enam orang pejabat yang balas dendam atas terbongkarnya kecurangan mereka dalam birokrasi. Demikian besarnya kemarahan mereka hingga ada seorang pejabat yang sangat intensif mengirimkan jin sampai delapan kali.
Jin kiriman pelabat itu mengaku berasal dari beberapa wilayah yang terkenal sebagai daerah perdukunan di Jawa Timur, juga dari sekitar Nganjuk sendiri. Memang, suara-suara jin itu persis dengan suara orang-orang yang saya kenal.
Kedua adalah orang yang kerjaannya memang mengirim sihir. Katanya ia merasa tersinggung sebab ia pernah saya tindak tegas ketika tertangkap mencuri barang-barang milik tetangga.
Ketiga adalah seorang pemuda yang jatuh hati pada istri saya. Meskipun saya tidak mengenalnya. Pemuda itu sempat beberapa kali mengirim sihir. Pertama, ia menggunakan sihir pelet untuk menghalangi pernikahan saya dengan istri saya. Kedua, mengirim sihir dengan menggunakan (maaf) celana dalam wanita yang masih baik tetapi dikotori. Benda sihir itu di belakang rumah saya.
Sekarang, setelah mereka melihat saya dalam keadaan sehat, seakan sihir mereka yang beruntun itu tidak mampu menembus. Mereka menjadi kalang kabut. Bahkan orang yang suka melakukan sihir yang sering disebut orang dengan mengirim tenung yang rumahnya tidak tidak seberapa jauh dari rumah saya, mengetahui kalau dua benda sihir kirimannya itu saya cari dan dan ketemu lalu saya bakar. Mengetahui sihirnya gagal, ia mengirim sihir kembali. Setelah, itu badan saya bereaksi kembali, reaksi yang mengindikasikan datangnya sihir. Lalu saya cari, dan ketemu. Ternyata, ada pagar yang melingkar, saya bakar lagi. Keesokan harinya ia mengirim kembali. Saya cari lagi. Rupanya ada kerikil yang nyasar di tembok. Kemudian saya bakar. Tak terasa dua hari saya perang dengan sihirnya. Saya berdo’a, semoga Allah memberinya hidayah.
Saya bersyukur kepadaAllah SWT, ujian yang saya alami beberapa tahun itu membuka kesadaran saya akan Keagungan wahyu Allah. Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar dan benteng paling kuat mempertahankan diri dari serangan jin. Senjata paling ampuh melawan dan melumpuhkan mereka. Jangan biarkan diri terkecoh tipu daya syetan yang berlindung dibalik manisnya kata. Dan bertopeng manusia.
Saya sangat sadar bahwa hanya dengan penyerahan diri kepada Allah dan tunduk kepada perinah dan larangan-Nya kita bisa selamat dari tipuan syetan apapun bentuknya. Jin adalah makhluk lemah dihadapan orang yang benar aqidahnya, baik pekertinya. Sebaliknya jin menggoda orang-orang yang lemah imannya. Karena itu, marilah kita membentengi diri dengan meningkatkan iman dan amal baik.
Saya sendiri, sejak tahun 1998 sering masuk angin dan mual-mual. Awalnya saya beranggapan itu hanya karena terlalu capek. Ya, capek mengendarai motor Surabaya – Nganjuk dua kali seminggu. Tidak ada pilihan lain saya harus mengurangi aktifitas luar kota, bila tidak ingin merugikan pihak lain. Padahal, saat itu aktifitas saya di Surabaya bisa dibilang padat.
Beberapa aktifitas saya antara lain adalah menjadi Direktur Pendidikan sebuah Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu pengetahuan di Surabaya. Menjadi tutor atau dosen di berbagai lembaga Pra Perguruan Tinggi di Jawa Timur. Mengajar di sebuah Yayasan di Surabaya. Menjadi Pembina karya ilmiah remaja dan jurnalistik di berbagai SMU di Surabaya. Serta mengasuh sebuah media remaja juga di Surabaya 1998-2000.
Melihat kondisi kesehatan yang semakin memburuk, akhirnya pada tahun 2000 saya putuskan untuk meninggalkan semua aktifitas di Surabaya.
Meskipun, aktifitas saya tidak sepadat dulu. Namun, masuk angin dan mual-mual tak kunjung sembuh. Sudah tak terhitung dokter di Nganjuk dan Surabaya yang saya datangi. Tapi saya heran, ternyata diagnosa dokter berbeda-beda. Ada yang mengatakan sakit liver dan ada yang bilang sakit jantung. Saya tidak tahu dokter siapa yang benar. Akhirnya, untuk menenangkan hati dan mempermudah proses penyembuhan saya menjalani berbagai macam pemeriksaan penyakit dalam seperti jantung, asam urat dan lambung. Sungguh di luar dugaan. Ternyata diagnosa para dokter itu tidak benar. Saya tidak menderita sakit seperti yang mereka katakan.
Merasakan Adanya Perubahan Sikap
Semakin hari penderitaan saya tak kunjung berkurang. Bahkan sebaliknya penyakit itu mulai menggerogoti ruhiah saya. Ya, jiwa malas semakin bertambah. Kebiasaan shalat lima waktu berjama’ah di masjid sejak kecil, akhirnya saya tinggalkan. Sehabis maghrib dan shubuh yang biasanya membaca Al-Qur’an satu hingga tiga juz semakin jarang saya lakukan. Bahkan saya mulai lupa membaca Hizb (doa perlindungan) menjelang tidur. Saya juga sering menolak undangan pengajian remaja dan ceramah walimatul ‘ursy dengan alasan takut sakit saya kambuh pada saat pelaksanaan acara.
Bukan hanya itu, saya juga mulai malas menulis karya ilmiah maupun artikel. Padahal, juara nasional penulisan buku Geografi pernah saya raih. Waktu itu saya menghubungkan Geografi dengan isi kandungan Al-Qur’an. Sebuah terobosan baru dalam kurikulum pendidikan nasional.
Memasuki tahun 2003, sakit saya semakin parah hingga harus dirawat di rumah sakit sampai tiga kali. Rawat inap pertama terjadi pada bulan Januari. Seperti biasa, banyak keluarga dan teman saya yang menjenguk sambil mambawa minuman. Saya tidak curiga apa-apa, minuman itu langsung saya minum. Tak lama kemudian, perut saya semakin nyeri, seakan diaduk-aduk. Bahkan sepulang dari rumah sakit saya tidak mampu lagi membaca Al-Qur’an walau satu ayat, badan terasa lemas dan shalat pun gemetaran.
Pada bulan Februari, saya harus kembali rawat inap di rumah sakit selama dua minggu. Kejadiannya tidak jauh berbeda dengan rawat inap sebelumnya. Hari-hari berikutnya saya suka marah. Namun saya tidak tahu mengapa suka marah, padahal sebelumnya saya termasuk tipe penyabar dan mudah bergaul. Pernah suatu saat saya mendamprat teman-teman di kantor, hanya karena masalah sepele. Begitu juga di rumah saya sering marah-marah. Seolah-olah mulut ini ada yang menggerakkan.
Terus terang, selama sakit bertahun-tahun itu saya tidak pernah pergi ke tempat-tempat tertentu untuk mencari penyembuhan, atau mencari jampi-jampi dari si A atau si B yang lazimnya dilakukan oleh orang-orang di daerah saya. Saya hanya pergi ke tempat praktek dokter yang lebih bersifat rasional. Namun, tanpa sepengetahuan saya beberapa keluarga dan teman baik saya yang melakukan upaya-upaya penyembuhan dari jampi-jampi itu, tanpa memberitahu saya. Dengan tidak menafikan niat baik mereka yang menginginkan kesembuhan saya, saya sangat menyesal akan hal itu.
Memang, ujian yang bertubi-tubi itu semakin mendewasakan dan menyadarkan saya bahwa kekuatan manusia ada batasnya. Ada satu kekuatan yang Maha Besar, Maha Agung dan Maha segala-galanya yaitu kekuatan Allah. Akhirnya, saya sepakat dengan istri saya untuk menyerahkan semuanya kepada Allah. Bukan berarti saya tidak berusaha dan hanya diam berpangku tangan. Tidak.
Harapan itu Masih Ada
Awal Juni itu, saya teringat dengan kaset dan buku Ruqyah dan Do’a, kiriman dari kemenakan saya, Rahmat, yang tinggal di Batam. Saya baca dan saya pelajari isinya. Ternyata, buku tipis itu sesuai dengan keyakinan saya yang tidak percaya pada Tahayul, Khurafat dan Bid’ah. Terbayang kembali beberapa peristiwa yang mengundang tanya beberapa bulan sebelumnya.
Pertama, ada kejadian aneh yang menimpa istri saya. la tidak menstruasi selama tiga bulan. Padahal secara ilmiah seharusnya ia tidak hamil. Kedua, kebalikan dari yang pertama istri saya menstruasi selama tiga bulan berturut-turut. Dan ketiga, kedua anak saya yang berumur tiga dan dua tahun menderita sakit secara bergantian. Setelah saya bawa ke dokter akhirnya mereka sembuh. Namun, selang beberapa hari kemudian giliran saya yang sakit. Bahkan lebih parah dari sebelumnya.
Daftar peristiwa demi peristiwa itu semakin menambah keyakinan bahwa saya terkena semacam santet atau gangguan jin. Akhirnya, saya mulai melakukan persiapan lahir dan batin. Seperti yang tersebut dalam buku Ruqyah dan Do’a. Saya cari benda-benda syirik yang ada di rumah lalu saya bakar semuanya.
Setelah saya perkirakan semuanya beres, saya mulai mendengarkan kaset Ruqyah dan Do’a lalu mengikuti bacaannya. Di luar perkiraan, ternyata saya bisa membaca Al-Qur’an kembali. Kemudian saya semakin intensif mendengarkan kaset ruqyah. Bisa dikatakan hampir dua puluh empat jam selama dua pekan. Hanya berhenti ketika tape sudah panas.
Setelah itu, timbul reaksi yang tidak terduga. Badan saya seakan digoyang-goyang.”Apakah saya sakit jantung?” saya bertanya-tanya. Untuk memastikannya saya opname di rumah sakit untuk ketiga kali sambil terus mendengar kaset ruqyah. Perawatan di rumah sakit, rupanya bukanlah tempat yang pas buat penderitaan seperti yang saya alami. Selama di rumah sakit terus terang- tidak ada perubahan, bahkan reaksi dari santet itu semakin kuat. Akhirnya saya pulang ke rumah dan melanjutkan ruqyah melalui kaset. Tak lupa saya mengintensifkan shalat malam.
Menakjubkan, tangan saya bergerak sendiri dan menunjuk ke sana kemari tanpa digerakkan dengan syaraf motorik. Awalnya saya takut juga, “Kok bisa bergerak sendiri?” Saya pun meminta petunjuk kepada Allah. Saya sadar sepenuhnya bahwa badan yang luar seharusnya bersih terlebih dahulu sebelum diruqyah, baik pikiran maupun lingkungan. Dalam dua hari saya mencari benda-benda syirik seperti kemenyan, rajah, garam dan jimat di lingkungan rumah dan pekarangan. Saya cari buku-buku yang agak ‘porno’ dan pakaian yang tidak pantas dipakai. Saya kumpulkan dan saya bakar semuanya.
Subhanallah, setelah mendengar kaset Ruqyah dan Do’a, tangan saya bisa mencari benda-benda syirik dengan mata terpejam. Hanya dengan panduan dzikir. Tangan saya pernah menemukan kemenyan yang disembunyikan di selokan. lnilah kekuasaan Allah.
Dua hari berikutnya benda-benda syirik itu minta dipulangkan ke majikannya. Tangan saya menunjuk kesana kemari. Sebab jin itu kepanasan. Akhirnya, saya sebutkan nama kiai satu persatu. Bila disebut nama si A, ia mau dan bila di sebut nama si B, tidak mau. Berarti benda sihir itu miliknya si A. Kemudian saya bentak-bentak dan saya pukuli tangan saya.
Begitulah, hingga pada suatu hari, waktu itu hari Sabtu, saya menemui Ustadz Fadzlan di kota Gede, Yogyakarta. Saya minta diruqyah dan nasehat. Setelah dimotivasi dan disuruh banyak berdzikir saya pulang ke rumah.
Kejadian Saat Ruqyah Mandiri
Sewaktu di rumah Ustadz Fadzlan saya tidak mengalami apa-apa. Tapi setelah tiba di rumah saya bisa dialok dengan jin yang masuk ke tubuh saya. Dengan cara memijit tempat yang sakit. Begitu dipijit jin berkata, “Aduh.” Kemudian saya tanya lagi, “Darimana kamu?” ‘Dari pejabat yang mencari kami (sekelompok jin).” Lalu jin itu menyebut tiga tempat. Dua di Jawa Timur dan satu lagi di daerah Jawa Barat.
“Kami sudah menyerangmu sebanyak delapan kall,” demikian jin itu menambahkan. Akhirnya saya bentak lagi, “Saya tidak peduli, yang penting kalian harus keluar.’ Akhirnya keluarlah jin-jin itu. Menurut pengakuannya, jumlah mereka empat, lalu disusul tiga temannya. Yang terakhir keluar adalah jin yang katanya berupa ular.
Besoknya ada lagi jin yang masuk. Ternyata ketika saya sedang dirawat di rumah masih ada orang yang tega mengirim sihir kembali. Saya bentak jin itu dan saya suruh membaca “Allahu Akbar.” Terakhir, setelah saya shalat hajat muncul lagi jin yang mengaku malaikat. “Saya malaikat yang menuntun manusia,” katanya. Dia mengaku malaikat Mikail dan Jibril. Saya katakan, “Tidak ada malaikat yang mengganggu manusia. Ayo, kalau kamu malaikat katakan, Allahu Akbar lima kali.” Demikian saya menantangnya. Akhirnya, baru mengucapkan takbir tiga kali saja jin itu sudah tidak mampu dan hilang tak bersuara.
Ketika dialog dengan jin saya membaca, ayat yang artinya, “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin : 6).
Juga ayat yang artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul, sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikutijalan yang bukan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam. Sesungguhnya neraka Jahanam adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ : 115).
Sebenarnya, selama dialog itu saya sempat terkecoh juga. Karena ada jin yang memuji, “Kamu itu hebat, tidak mempan sama sekali digini-ginikan (disihir dengan berbagai cara). Dan ‘kiai’ di Nganjuk itu sudah kalah dengan kamu semua.”
Ya, saya manusia normal yang terkadang terkecoh oleh indahnya pujian. Namun, saya cepat istighfar dan menyadari bahwa ini semua adalah bagian dari tipu daya syetan. Secara umum, jin yang menganggu saya terbagi menjadi tiga kelompok. Anehnya, setiap jin itu berbicara seperti suara orang-orang yang mengutusnya.
Pertama adalah jin kiriman enam orang pejabat yang balas dendam atas terbongkarnya kecurangan mereka dalam birokrasi. Demikian besarnya kemarahan mereka hingga ada seorang pejabat yang sangat intensif mengirimkan jin sampai delapan kali.
Jin kiriman pelabat itu mengaku berasal dari beberapa wilayah yang terkenal sebagai daerah perdukunan di Jawa Timur, juga dari sekitar Nganjuk sendiri. Memang, suara-suara jin itu persis dengan suara orang-orang yang saya kenal.
Kedua adalah orang yang kerjaannya memang mengirim sihir. Katanya ia merasa tersinggung sebab ia pernah saya tindak tegas ketika tertangkap mencuri barang-barang milik tetangga.
Ketiga adalah seorang pemuda yang jatuh hati pada istri saya. Meskipun saya tidak mengenalnya. Pemuda itu sempat beberapa kali mengirim sihir. Pertama, ia menggunakan sihir pelet untuk menghalangi pernikahan saya dengan istri saya. Kedua, mengirim sihir dengan menggunakan (maaf) celana dalam wanita yang masih baik tetapi dikotori. Benda sihir itu di belakang rumah saya.
Sekarang, setelah mereka melihat saya dalam keadaan sehat, seakan sihir mereka yang beruntun itu tidak mampu menembus. Mereka menjadi kalang kabut. Bahkan orang yang suka melakukan sihir yang sering disebut orang dengan mengirim tenung yang rumahnya tidak tidak seberapa jauh dari rumah saya, mengetahui kalau dua benda sihir kirimannya itu saya cari dan dan ketemu lalu saya bakar. Mengetahui sihirnya gagal, ia mengirim sihir kembali. Setelah, itu badan saya bereaksi kembali, reaksi yang mengindikasikan datangnya sihir. Lalu saya cari, dan ketemu. Ternyata, ada pagar yang melingkar, saya bakar lagi. Keesokan harinya ia mengirim kembali. Saya cari lagi. Rupanya ada kerikil yang nyasar di tembok. Kemudian saya bakar. Tak terasa dua hari saya perang dengan sihirnya. Saya berdo’a, semoga Allah memberinya hidayah.
Saya bersyukur kepadaAllah SWT, ujian yang saya alami beberapa tahun itu membuka kesadaran saya akan Keagungan wahyu Allah. Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar dan benteng paling kuat mempertahankan diri dari serangan jin. Senjata paling ampuh melawan dan melumpuhkan mereka. Jangan biarkan diri terkecoh tipu daya syetan yang berlindung dibalik manisnya kata. Dan bertopeng manusia.
Saya sangat sadar bahwa hanya dengan penyerahan diri kepada Allah dan tunduk kepada perinah dan larangan-Nya kita bisa selamat dari tipuan syetan apapun bentuknya. Jin adalah makhluk lemah dihadapan orang yang benar aqidahnya, baik pekertinya. Sebaliknya jin menggoda orang-orang yang lemah imannya. Karena itu, marilah kita membentengi diri dengan meningkatkan iman dan amal baik.
Tags
KESAKSIAN
Subhanallaoh, walhamdulillah.. wallohu akbar..
BalasHapus